Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang senantiasa menuntun perjalanan Gereja-Nya. Dengan penuh sukacita, kita memasuki Musyawarah Pastoral Keuskupan Bandung 2025. Musyawarah ini merupakan anugerah rahmat yang berharga, karena di dalamnya kita berhimpun sebagai umat Allah untuk mendengarkan suara Roh Kudus, merenungkan perjalanan Gereja, serta bersama-sama mencari arah langkah pastoral yang baru. Lebih dari sekadar sebuah pertemuan, Muspas menjadi tanda nyata bahwa Gereja hidup dan terus bergerak dalam bimbingan Roh Kudus.
Tema Muspas kali ini, “Berjalan Bersama Sehati Sejiwa Berbagi Sukacita”, dirumuskan untuk menegaskan kembali identitas Gereja sebagai communio, yakni persekutuan umat Allah yang saling menopang dalam kasih. Tema ini lahir dari kesadaran bahwa Gereja dipanggil untuk hidup dalam kebersamaan yang sejati, bukan berjalan sendiri-sendiri. Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium mengingatkan kita: “Sukacita Injil memenuhi hati dan kehidupan semua orang yang berjumpa dengan Yesus. Mereka yang membiarkan diri mereka diselamatkan oleh-Nya dibebaskan dari dosa, kesedihan, kekosongan batin, dan kesepian” (EG 1). Dari sinilah kita memahami bahwa berjalan bersama berarti menapaki jalan iman dalam persatuan hati, sehati dan sejiwa, sehingga kita dapat sungguh menjadi saksi sukacita Injil di tengah dunia.
Gereja adalah umat Allah yang dipanggil untuk berjalan bersama dalam satu persekutuan. Paus Fransiskus dalam Dokumen Sinode tentang Sinodalitas (2023) menegaskan bahwa sinodalitas bukanlah sekadar metode atau pertemuan, tetapi “cara menjadi Gereja” yang melibatkan seluruh umat beriman. Dengan berjalan bersama, kita belajar untuk mendengarkan satu sama lain, saling memperhatikan, dan saling memberi tempat dalam persekutuan iman. Secara khusus, kita diajak untuk memberi ruang bagi mereka yang sering tidak terdengar suaranya, agar Gereja sungguh menjadi rumah yang merangkul semua orang. Dengan demikian, kita dipanggil untuk mengikis sikap individualistis dan menumbuhkan semangat saling peduli yang menjadi ciri khas murid Kristus.
Kisah Para Rasul menggambarkan jemaat perdana sebagai komunitas yang “sehati dan sejiwa” (Kis 4:32). Gambaran ini bukan sekadar kenangan sejarah, melainkan cita-cita yang terus kita upayakan sepanjang perjalanan Gereja. Lumen Gentium menegaskan bahwa Gereja adalah “sakramen persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia” (LG 1). Maka, semangat sehati sejiwa mendorong kita untuk membangun persekutuan yang kuat dalam keberagaman, tanpa membiarkan perbedaan menjadi jurang pemisah. Persatuan hati dan jiwa ini juga menjadi kekuatan yang membuat Gereja mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan zaman. Dengan saling percaya dan saling mendukung, kita menghadirkan wajah Gereja yang kokoh dalam kasih.
Gereja juga dipanggil untuk menjadi tanda sukacita di dunia. Paus Fransiskus menekankan bahwa “seorang pewarta Injil tidak boleh selalu tampak seperti seseorang yang baru kembali dari pemakaman” (EG 10). Sukacita adalah daya hidup Gereja, dan sukacita itu akan semakin bertumbuh bila kita membagikannya kepada orang lain. Berbagi sukacita berarti menjadi saksi kasih Allah yang menghadirkan harapan di tengah dunia yang penuh dengan kecemasan, konflik, dan penderitaan. Dengan demikian, setiap karya pastoral kita hendaknya berakar pada semangat gembira yang lahir dari perjumpaan dengan Kristus yang bangkit. Sukacita Injil inilah yang menjadikan Gereja relevan dan hidup di tengah masyarakat.
Dalam dunia yang terus berubah, Gereja dipanggil untuk semakin setia pada misinya: mewartakan Injil, membangun persaudaraan, serta hadir bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. Tantangan zaman menuntut kita untuk peka terhadap persoalan sosial, budaya, dan ekologis yang mempengaruhi kehidupan umat manusia.
Karena itu, Musyawarah Pastoral ini diharapkan menjadi:
Ruang mendengarkan, di mana setiap suara berharga, terutama suara mereka yang jarang terdengar.
Ruang persekutuan, tempat kita belajar sehati dan sejiwa sebagai umat Allah.
Ruang misi, yang menyalakan semangat untuk membagikan sukacita Injil dalam karya nyata.
Akhirnya, marilah kita masuk ke Musyawarah Pastoral Keuskupan Bandung 2025 dengan hati terbuka, sikap rendah hati, dan penuh pengharapan. Semoga Roh Kudus yang menuntun Gereja sejak awal terus membimbing kita hari ini, sehingga segala keputusan dan langkah yang dihasilkan sungguh menghadirkan wajah Gereja yang ramah, bersaudara, dan penuh sukacita Injil. Mari kita percaya bahwa bersama Kristus, segala sesuatu dapat kita jalani dengan penuh keyakinan, sebab Dialah yang menjadi sumber persatuan dan kekuatan kita. Tuhan memberkati seluruh proses musyawarah ini dan menumbuhkan buah-buah kebaikan yang berlimpah bagi Gereja dan dunia.
Salam,
Pst. FX Wahyu Tri Wibowo